Jurnal 1
disusun oleh Ibnu Taimiyyah dan Ferdinand Budi Asido
ABSTRAKSI
Saat ini Telematika muncul sebagai bidang ilmu yang memfokuskan pada peningkatan interaksi di antara manusia atau proses melintasi jarak dan waktu melalui aplikasi Information and Communications Technology (ICT). Dalam penulisan ini, penulis membahas tentang definisi telematika, definisi telematika disini merupakan bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi, adapun pengertian atau definisi telematika menurut para ahli yang menerangkan awal mula nama telematika yang berganti-ganti sejak tahun 1960-an hingga tahun 1978.
BAB
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai bagian dari ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK) secara umum adalah semua yang teknologi
berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan (akuisisi), pengolahan, penyimpanan,
penyebaran, dan penyajian informasi (Kementerian Negara Riset dan Teknologi,
2006: 6). Tercakup dalam definisi tersebut adalah semua perangkat keras,
perangkat lunak, kandungan isi, dan infrastruktur komputer maupun
(tele)komunikasi. Istilah TIK atau ICT (Information and Communication
Technology), atau yang di kalangan negara Asia berbahasa Inggris disebut
sebagaiInfocom, muncul setelah berpadunya teknologi komputer (baik perangkat
keras maupun perangkat lunaknya) dan teknologi komunikasi sebagai sarana
penyebaran informasi pada paruh kedua abad ke-20. Perpaduan kedua teknologi
tersebut berkembang sangat pesat, jauh melampaui bidang-bidang teknologi
lainnya. Bahkan sampai awal abad ke-21 ini, dipercaya bahwa bidang TIK masih
akan terus pesat berkembang dan belum terlihat titik jenuhnya sampai beberapa
dekade mendatang. Pada tingkat global, perkembangan TIK telah mempengaruhi
seluruh bidang kehidupan umat manusia. Intrusi TIK ke dalam bidang-bidang
teknologi lain telah sedemikian jauh sehingga tidak ada satupun peralatan hasil
inovasi teknologi yang tidak memanfaatkan perangkat TIK.
Membicarakan pengaruh
TIK pada berbagai bidang lain tentu memerlukan waktu diskusi yang sangat
panjang. Dalam makalah ini, kaitan TIK dengan proses pembelajaran disoroti
lebih dibanding dengan kaitannya dengan bidang lain. Tanpa mengecilkan pengaruh
TIK di bidang lain, bidang pembelajaran mendapatkan manfaat lebih dalam
kaitannya dengan kemampuan TIK mengolah dan menyebarkan informasi.
1.2
Rumusan Masalah
Perkembangan
dan kemajuan yang pesat dibidang Telematika atau Teknologi Informasi dan
Komunikasi di Indonesia memicu berbagai dampak baik yang bersifat positif
maupun negatif masyarakat Indonesia sendiri sebagai pengguna. Oleh karenanya
dibutuhkan berbagai pencegahan maupun tindakan preventif dari pemerintah
sebagai pembuat aturan hukum di Indonesia untuk mengurangi dampak negatif dari
kemajuan Telematika tersebut. Salah satu dari upaya pemerintah tersebut adalah
pembuatan peraturan perundang-undangan yang mengatur lalu lintas transaksi
elektronik yang menggunakan bidang Telematika sebagai sarananya. Makalah ini
akan memaparkan aspek hukum tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai salah satu acuan
penegakkan hukum di Indonesia dibidang Telematika.
1.3
Tujuan
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami definisi dan
perkembangan Telematika atau Teknologi Informasi dan Komunikasi di Indonesia
beserta produk-produk hukum yang dibuat pemerintah yang menyertai perkembangan
bidang teknologi yang berbasiskan informasi tersebut.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
.
2.1
Definisi Telematika
Kata
TELEMATIKA, berasal dari istilah dalam bahasa Perancis “TELEMATIQUE” yang merujuk
padabertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi. Istilah
Teknologi Informasi itu sendiri merujuk pada perkembangan teknologi
perangkat-perangkat pengolah informasi. Para praktisi menyatakan bahwa
TELEMATICS adalah
singkatan dari “TELECOMMUNICATION and INFORMATICS” sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing and Communication.
Perkembangan ini memicu perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu atau populer dengan istilah “konvergensi”. Semula Media masih belum menjadi bagian integral dari isu konvergensi teknologi informasi dan
komunikasi pada saat itu.Belakangan baru disadari bahwa penggunaan sistem
komputer dan sistem komunikasi ternyata juga menghadirkan Media Komunikasi baru. Lebih jauh lagi istilah TELEMATIKA kemudian merujuk pada perkembangan konvergensi antara teknologi TELEKOMUNIKASI, MEDIA dan INFORMATIKA yang semula masing-masing berkembang secara terpisah. Konvergensi TELEMATIKA kemudian dipahami sebagai sistem elektronik berbasiskan teknologi digital atau “the Net”. Dalam perkembangannya istilah Media dalam TELEMATIKA berkembang menjadi wacana MULTIMEDIA. Hal ini sedikit membingungkan masyarakat, karena istilah Multimedia semula hanya merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk mengolah informasi dalam berbagai medium. Adalah suatu ambiguitas jika istilah TELEMATIKA dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika. Secara garis besar istilah Teknologi Informasi (TI), TELEMATIKA, MULTIMEDIA, maupun Information and Communication Technologies (ICT) mungkin tidak jauh berbeda maknanya, namun sebagai definisi sangat tergantung kepada lingkup dan sudut pandang pengkajiannya.
singkatan dari “TELECOMMUNICATION and INFORMATICS” sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing and Communication.
Perkembangan ini memicu perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu atau populer dengan istilah “konvergensi”. Semula Media masih belum menjadi bagian integral dari isu konvergensi teknologi informasi dan
komunikasi pada saat itu.Belakangan baru disadari bahwa penggunaan sistem
komputer dan sistem komunikasi ternyata juga menghadirkan Media Komunikasi baru. Lebih jauh lagi istilah TELEMATIKA kemudian merujuk pada perkembangan konvergensi antara teknologi TELEKOMUNIKASI, MEDIA dan INFORMATIKA yang semula masing-masing berkembang secara terpisah. Konvergensi TELEMATIKA kemudian dipahami sebagai sistem elektronik berbasiskan teknologi digital atau “the Net”. Dalam perkembangannya istilah Media dalam TELEMATIKA berkembang menjadi wacana MULTIMEDIA. Hal ini sedikit membingungkan masyarakat, karena istilah Multimedia semula hanya merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk mengolah informasi dalam berbagai medium. Adalah suatu ambiguitas jika istilah TELEMATIKA dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika. Secara garis besar istilah Teknologi Informasi (TI), TELEMATIKA, MULTIMEDIA, maupun Information and Communication Technologies (ICT) mungkin tidak jauh berbeda maknanya, namun sebagai definisi sangat tergantung kepada lingkup dan sudut pandang pengkajiannya.
Istilah telematika
sering dipakai untuk beberapa macam bidang, sebagai contoh adalah:
Integrasi antara sistem
telekomunikasi dan informatika yang dikenal sebagai Teknologi Komunikasi dan
Informatika atau ICT (Information and Communications Technology). Secara lebih
spesifik, ICT merupakan ilmu yang berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan
penyimpanan informasi dengan menggunakan peralatan telekomunikasi.
Secara umum, istilah
telematika dipakai juga untuk teknologi Sistem Navigasi/Penempatan Global atau
GPS (Global Positioning System) sebagai bagian integral dari komputer dan
teknologi komunikasi berpindah (mobile communication technology).
Secara lebih spesifik,
istilah telematika dipakai untuk bidang kendaraan dan lalu-lintas (road
vehicles dan vehicle telematics). Seiring dengan semakin populernya
Inter-Net sebagai “the network of the networks”, masyarakat penggunanya
(internet global community) seakan-akan mendapati suatu dunia baru yang
dinamakan cyberspace yang merupakan khayalan tentang adanya alam lain pada saat
teknologi telekomunikasi dan informatika bertemu. Di “alam baru” ini - bagi
kebanyakan netter - tidak ada hukum. Karena tidak adanya kedaulatan dalam
jaringan komputer maha besar (gigantic network) ini, mereka beranggapan bahwa
tidak ada satupun hukum suatu negara yang berlaku, karena hukum network tumbuh
dari kalangan mayarakat global penggunanya. “Alam baru”ini seakan-akan menjadi
suatu jawaban dari impian untuk melampiaskan kebebasan berkomunikasi (free flow
of information) dan kebebasan mengemukakan pendapat (freedom of speech) tanpa
mengindahkan lagi norma-norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 Ruang
Lingkup Telematika
Lingkup
pengkajian Hukum Telematika dapat terbagi dua komponen. Komponen yang
pertama berkaitan dengan komponen yang terkait dengan sistem, misalnya
perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, manusia dan informasi.
Komponen yang kedua adalah berkaitan dengan fungsi-fungsi telekomunikasi,
misalnya input, proses, output, penyimpanan, komunikasi. Kedua komponen
tersebut dikenal dalam 4 komponen yaitu:
Content, yaitu
substansi dari data yang dapat merupakan output/input dari penyelenggaraan
sistem informasi yang disampaikan kepada publik.
Computing, yaitu suatu
siste pengolah informasi yang berbasiskan sistem komputer yang merupakan
computer network yang efisien, efektif dan legal.
Comunnication, yaitu
keberadaan sistem komunikasi dari sistem interconnection, global interpersonal,
computer network.
Community, yaitu
masyarakat sebagai pelaku intelektual.
2.3 Cyber
– Cyberspace – Cibernetic – Cyber Law – Hukum
Keberadaan
Telematika, berkaitan dengan perkembangan internet yang pada awalnya memberikan
dunia baru bagi masyarakat dunia. Dunia baru yang seakan-akan ditemukan
tersebut bernama Cyberspace. Istilah Cyberspace menjadi populer setelah
istilah tersebut digunakan dalam novel science fiction, karya William
Gibson. Cyberspace menggambarkan suatu halusinasi adanya alam lain yang
mempertemukan teknologi telekomunikasi dan informatika, yang seakan-akan
terdapat ruang dalam medium Cyber. Asal usul kata Cyber diartikan sebagai
kawat listrik. Cyberspace dapat diartikan sebagai jaringan komputer mahabesar
(gigantic network) tanpa adanya penguasa tunggal mutlak, tanpa ada satu pun
hukum suatu negara yang berlaku. Cyberspace merupakan medium komunikasi global
yang didasarkan atas kebebasan berinformasi (freedom of information) dan
kebebasan berkomunikasi (free flow of information), keberadaan alam yang baru
ini seakan-akan menjadi jawaban dari impian untuk melampiaskan kebebasan
mengemukakan pendapat (free of speech). Seiring dengan
perkembangan Cyberspace
sebagai medium komunikasi global antar subjek yang dapat berkomunikasi,
memunculkan pula hak dan kewajiban dari tiap-tiap subjek. Hal tersebut
membuat banyak negara yang mencoba mengatur keberadaan alam baru
tersebut. Dibeberapa negara dikenal istilah Cyberlaw atau Cyberspace law. Kedua
istilah tersebut, secara sekilas memiliki makna yang sama. Namun, apabila
ditelaah lebih lanjut, muncul perbedaan yang berpengaruh dari penggunaan kedua
istilah tersebut. Menurut Edmon Makarim, istilah yang cocok adalah
Cyberspace Law karena hukum yang berlaku adalah hukum yang dilaksanakan pada
medium Cyberspace, sedangkan penggunaan istilah Cyberlaw, lebih cocok digunakan
untuk hukum-hukum ilmu fisika yang berkaitan dengan arus listrik dalam
kawat. Hal tersebut dikaitkan dengan arti istilah cyber, yang sudah
disebutkan sebelumnya, yaitu kawat listrik. Namun demikian, apabila ditelaah
lebih lanjut, istilah Cyberspace Law juga tidak begitu tepat, karena istilah
ini hanya berbicara tentang halusinasi alam virtual. Istilah yang tepat
adalah Hukum Telematika, karena makna dari Telematika dikaitkan dengan
Cyberspace yaitu pada hakikatnya merupakan suatu sistem elektronika yang lahir
dari hasil perkembangan dan konvergensi telekomunikasi, media dan informatika
itu sendiri. Hukum Telematika diartikan pula sebaggai suatu hukum yang
mengembangkan konvergensi telematika yang berwujud dalam penyelenggaraan suatu
sistem elektronik, baik yang terkoneksi melalui internet atau tidak. Meskipun
demikian istilah yang digunakan untuk hukum yang mengatur di dunia Cyber
belum seragam, karena seperti yang diuraikan oleh Ahmad M. Ramli yang
lebih memilih istilah Cyberlaw atau Hukum Siber. Hal tersebut dikaitkan
dengan makna Cyberlaw yang dilandasi dengan pemikiran bahwa istilah Cyber jika
diidentikan dengan dunia maya akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait
dengan pembuktian dan penegakan hukum.
Berkaitan
dengan istilah Cyber, dikenal pula istilah Cybernetic, yang dikenalkan oleh
Noebert Winner, pakar matematika yang mengenalkan istilah Cyberspace
teory. Makna dari Cybernetic teory adalah teori yang ditujukan untuk
pendekatan interdisipliner dalam uraian sistem kendali dan komunikasi dari
manusia, hewan mesin dan organisasi yang mengutamakan umpan baik (feedback).
Berdasarkan teori tersebut, dapat diambilmaknanya yaitu dalam memahami suatu
penyampaian informasi yang disampaikan dalam sutu sistem komunikasi yang baik,
selayaknya harus dengan memerhatikan unpan balik (feedback) dari sistem
tersebut.
2.4
Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Bila
dilacak ke belakang, terdapat beberapa tonggak perkembangan teknologi yang
secara nyata memberi sumbangan terhadap eksistensi TIK saat ini. Pertama adalah
temuan telepon oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1875. Temuan ini kemudian
ditindaklanjuti dengan penggelaran jaringan komunikasi dengan kabel yang
melilit seluruh daratan Amerika, bahkan kemudian diikuti pemasangan kabel
komunikasi trans-atlantik. Inilah infrastruktur masif pertama yang dibangun
manusia untuk komunikasi global. Memasuki abad ke-20, tepatnya antara tahun
1910-1920, terealisasi transmisi suara tanpa kabel melalui siaran radio AM yang
pertama (Lallana, 2003:5).
Komunikasi
suara tanpa kabel segera berkembang pesat, dan kemudian bahkan diikuti pula
oleh transmisi audio-visual tanpa kabel, yang berwujud siaran televisi pada
tahun 1940-an. Komputer elektronik pertama beroperasi pada tahun 1943, yang
kemudian diikuti oleh tahapan miniaturisai komponen elektronik melalui penemuan
transistor pada tahun 1947, dan rangkaian terpadu (integrated electronics) pada
tahun 1957. Perkembangan teknologi elektronika, yang merupakan soko guru TIK
saat ini, mendapatkan momen emasnya pada era perang dingin. Persaingan IPTEK
antara blok Barat (Amerika Serikat) dan blok Timur (eks Uni Sovyet) justru
memacu perkembangan teknologi elektronika lewat upaya miniaturisasi rangkaian
elektronik untuk pengendali pesawat ruang angkasa maupun mesin-mesin perang.
Miniaturisasi komponen elektronik, melalui penciptaan rangkaian terpadu, pada
puncaknya melahirkan mikroprosesor. Mikroprosesor inilah yang menjadi ‘otak’
perangkat keras komputer, dan terus berevolusi sampai saat ini.
Di
lain pihak, perangkat telekomunikasi berkembang pesat saat mulai
diimplementasi-kannya teknologi digital menggantikan teknologi analog yang
mulai menampakkan batas-batas maksimal pengeksplorasiannya. Digitalisasi
perangkat telekomunikasi kemudian berkonvergensi dengan perangkat komputer yang
dari awal merupakan perangkat yang mengadopsi teknologi digital. Produk hasil
konvergensi inilah yang saat ini muncul dalam bentuk telepon seluler. Di atas
infrastruktur telekomunikasi dan komputasi inilah kandungan isi (content)
berupa multimedia, mendapatkan tempat yang tepat untuk berkembang. Konvergensi
telekomunikasi-komputasi-multimedia inilah yang menjadi ciri abad ke-21,
sebagaimana abad ke-18 dicirikan oleh revolusi industri. Bila revolusi industri
menjadikan mesin-mesin sebagai pengganti ‘otot’ manusia maka revolusi digital
(karena konvergensi telekomunikasi-komputasi-multimedia terjadi melalui
implementasi teknologi digital) menciptakan mesin-mesin yang mengganti (atau
setidaknya meningkatkan kemampuan) ‘otak’ manusia.
Indonesia
pernah menggunakan istilah telematika (telematics) untuk maksud yang kurang
lebih sama dengan TIK yang kita kenal saat ini. Encarta Dictionarymendeskripsikan telematics sebagai telecommunication+informatics(telekomunikasi+informatika)
meskipun sebelumnya kata itu bermakna science of data transmission.
Pengolahan informasi dan pendistribusiannya melalui jaringan telekomunikasi
membuka banyak peluang untuk dimanfaatkan di berbagai bidang kehidupan manusia,
termasuk bidang pendidikan. Ide untuk menggunakan mesin-belajar, membuat
simulasi proses-proses yang rumit, animasi proses-proses yang sulit
dideskripsikan, sangat menarik minat praktisi pembelajaran. Tambahan lagi,
kemungkinan untuk melayani pembelajaran yang tak terkendala waktu dan tempat,
juga dapat difasilitasi oleh TIK. Sejalan dengan itu mulailah bermunculan
berbagai jargon berawalan e, mulai dari e-book, e-learning,
e-laboratory, e-education, e-library dan sebagainya.
Awalan e- bermakna electronics yang secara implisit
dimaknai berdasar teknologi elektronika digital.
2.6
Jenis Aplikasi Teknologi Informasi
Aplikasi
teknologi informasi sangat terkait dengan aplikasi teknologi komputer dan komunikasi
data dalam kehidupan. Hampir semua bidang kehidupan saat ini dapat memanfatkan
teknologi komputer. Beberapa jenisaplikasi tersebut adalah :
Aplikasi di bidang
sains : Contohnya adalah aplikasi astronomi (perbintangan).
Aplikasi di bidang
teknik/rekayasa : Contohnya adalah pembuatan robot dengan menggunakan
konsepkecerdasan buatan agar robot lebih bijak.
Aplikasi di bidang
bisnis/ekonomi : Contohnya adalah e-business, e-marketing, e-commerce dan
lain-lain.
Aplikasi di bidang
administrasi umum : Contohnya adalah aplikasi penjualan/distribusi barang,
aplikasipenggajian karyawan, aplikasi akademik sekolah dan lain-lain.
Aplikasi di bidang
perbankan : Contohnya adalah e-banking, ATM, dan m-banking.
Aplikasi di bidang
pendidikan : Contohnya adalah e-learning (distance learning).
Aplikasi di bidang
pemerintahan : Contohnya adalah e-government dan aplikasi inventarisasi
kekayaanmilik negara (IKMN).
Aplikasi di bidang
kesehatan/kedokteran : Contohnya adalah pemeriksaan ekokardiografi yaitu suatu
pemeriksaannon invasif untuk menegakkan diagnose penyakit jantung. Dengan
menggunakan alat ini aktivitas otot-otot jantung bisa dilihat langsungdilayar
monitor dan lainnya.
Aplikasi di bidang
industri/manufaktur : Contohnya adalah simulasi komputer untuk ujicoba atas
rancangansistem baru.
Aplikasi di bidang
transportasi : Contohnya adalah aplikasi untuk mengatur jadwal penerbangan
pesawatterbang.
Aplikasi di bidang
pertahanan keamanan : Contohnya adalah aplikasi sistem keamanan data dengan
enkripsi
2.7
Perkembangan Hukum mengenai Teknologi Informasi dan
Komunikasi di Indonesia
Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur mengenai hak atas informasi bagi
warga negara Indonesia yaitu:
Pasal 28 C (1)
Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan
budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia
Pasal 28 F
Setiap orang berhak
untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia.
Penyebaran
informasi melintasi batas-batas wilayah nasional bukanlah fenomena baru, tetapi
dengan kemajuan dan perkembangan komunikasi multimedia, ruang lingkup dan
kecepatan komunikasi lintas batas meningkat yang juga meningkatkan permasalahan
hukum terkait dengan yurisdiksi, penegakan, dan pemilihan hukum di
mana cyberspace adalah suatu dimensi yang multi-yurisdiksi dan
permasalah yang ditimbulkan oleh dimensi cyberspace menjadi lebih
kompleks dibandingkan dengan dimensi fisik. Secara umum, terdapat 4 (empat)
kategorisasi pembatasan akses atas informasi yang terdapat
di cyberspace oleh Pemerintahan suatu negara, yaitu:
1. Kebijakan
Pemerintah yang menganjurkan kepada Industri Teknologi Informasi di wilayahnya
untuk melakukan pembatasan secara sukarela;
2. Kebijakan
Pemerintah yang menjatuhkan hukuman pidana bagi penyedia konten yang membuat
konten yang tidak diizinkan dapat diakses melalui internet;
3. Perintah
resmi untuk membatasi akses atas internet; dan
4. Larangan
resmi dari Pemerintah atas akses publik dari internet.
Teknologi
telah mengubah pola kehidupan manusia di berbagai bidang, sehingga secara
langsung telah mempengaruhi munculnya perbuatan hukum baru di masyarakat.
Bentuk-bentuk perbuatan hukum itu perlu mendapatkan penyesuaian, seperti
melakukan harmonisasi terhadap beberapa peraturan perundang-undangan yang sudah
ada, mengganti jika tidak sesuai lagi, dan membentuk ketentuan hukum yang
baru.56 Pembentukan peraturan perundang-undangan di era teknologi
informasi ini harus dilihat dari berbagai aspek, misalnya dalam hal
pengembangan dan pemanfaatan rule of law dan internet, yurisdiksi dan
konflik hukum, pengakuan hukum terhadap dokumen serta tanda tangan elektronik,
perlindungan privasi konsumen, cybercrime, pengaturan konten, dan
cara-cara penyelesaian sengketa domain.
Internet telah menjadi
sebuah model infrastruktur informasi global (global information
infrastructure/GII) yang madani. Perwujudan dari optimisasi model infratruktur
informasi global ini bergantung kepada perlindungan hukum yang didasarkan
kepada keberadaan hukum konvensional dan lembaga peradilan untuk menyelesaikan
permasalahan yang berpotensi timbul di dalamnya.
Cyberspace merupakan
suatu ruang yang tidak dapat dilokalisasi sehubungan dengan sifatnya yang
internasional. Tidak adanya suatu kesesuaian antara sifat global
dari cyberspace, karakter transnasional, dan batasan geografis nasional
dari peradilan menjadi tantangan utama dari pengaturan hukum
dalam cyberspace.59Konsep Hukum Internet merupakan hal yang relatif baru,
bahkan di Amerika Serikat sendiri sebagai negara yang pertama memperkenalkan
internet, konsep hukum internet baru diperkenalkan dalam beberapa tahun di
akhir dekade 1980.
Media internet adalah
media yang tidak mengenal batas, baik batas-batas wilayah maupun batas-batas
kenegaraan. Hal ini membawa dampak bagi perilaku para pengguna internet.
Peraturan yang berlaku di suatu negara seringkali berbeda dengan negara lain,
sehingga apa yang boleh dilakukan dengan bebas di suatu negara dapat dianggap
sebagai pelanggaran hukum di negara lain, demikian pula sebaliknya. Tantangan
terbesar dalam pembuatan peraturan perundang-undangan untuk mengatur internet
adalah cepatnya perkembangan dari internet itu sendiri. Internet berkembang
sangat cepat sebagai sebuah teknologi dan media, baik dari segi
konten, bandwidth, jumlah pengguna, dan sebagainya. Perkembangan ini terus
berlangsung secara berkelanjutan, dan bahkan semakin cepat.62 Internet
merupakan suatu fenomena global, sehingga untuk dapat diaplikasikan peraturan
perundang-undangan harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang dapat diterima
secara internasional. Terdapat 3 (tiga) sasaran utama kebijakan pemerintah
di bidang telematika, yaitu:
a. tercapainya
pertumbuhan ekonomi dan daya saing (economic growth and competitiveness) ;
b. tercapainya
peningkatan kualitas hidup (quality of life) masyarakat; dan
c. tercapainya
stabilitas pertahanan dan ketahanan nasional.
Lingkup pengkajian dari
hukum teknologi akan terfokus kepada setiap aspek hukum yang terkait dengan
keberadaan sistem informasi dan sistem komunikasi itu sendiri, khususnya yang
dilakukan dengan penyelenggaraan sistem elektronik, dengan tetap memperhatikan
esensi dari:
a. keberadaan
komponen-komponen dalam sistem tersebut, yaitu mencakup: (i) perangkat keras,
(ii) perangkat lunak, (iii) prosedur-prosedur, (iv) perangkat manusia, dan (v)
informasi itu sendiri; dan
b. keberadaan
fungsi-fungsi teknologi di dalamnya, yaitu: (i) input, (ii) proses,
(iii) output, (iv) penyimpanan, dan (v) komunikasi.
Subjek hukum yang
terkait dalam lingkup cyberspace dapat dibedakan menjadi: (i) pihak
penjual, produsen, pengembang (developer), atau penyedia jasa; dan (ii) pihak
pengguna akhir (end-user) ataupun konsumen (consumer). Peraturan
perundang-undangan yang mengatur mengenai cyberspace dapat diterapkan
secara optimal apabila memenuhi karakteristik virtual, yang di antaranya
adalah:
a. Internet
memiliki karakter global dan tidak mengenal batas negara;
b. Setiap
pengguna internet dapat melakukan komunikasi secara interaktif, non-interaktif,
bahkan dapat melakukan kegiatan penyiaran dengan biaya yang relatif rendah;
c. Tidak
ada satupun yang dapat mengklaim dirinya sebagai pemilik internet yang
merupakan gabungan dari baratus-ratus ribu jaringan;
d. Pertumbuhan
yang luar biasa dari pengguna internet dan perkembangan yang cepat pada
teknologi internet itu sendiri; dan
e. Internet
tidak berada dalam lingkup pengaturan suatu pemerintahan negara atau organisasi
tertentu sehingga dibutuhkan kerjasama internasional dalam upaya mengatasi
permasalahan-permasalahan hukum yang muncul.
Kecanggihan teknologi
sistem telekomunikasi digital mengakibatkan proses-proses pada sistem informasi
dapat dilakukan pada lokasi yang terpisah, sehingga berkembanglah suatu bentuk
administrasi perkantoran yang baru (office automation system) yang alur
informasinya mampu mengalir dalam jaringan global. Beberapa permasalahan hukum
yang menyangkut arus globalisasi informasi (emerging global issues) di
antaranya, yaitu: privacy, criminal action, contract and tort liability,
proprietary rights in information, ownership of and access to information,
emerging legal rights to communicate, dan konsep teritorialitas.
Istilah cyberlaw sebagai
hukum yang mengatur aktivitas dalam cyberspace bukan merupakan
istilah yang baku, istilah lain yang juga dikenal yaitu law of the
internet, law of information technology, telecommunication law, dan lex
informatica.69Cyberlaw telah membentuk rezim hukum baru di Indonesia,
khususnya dalam kegiatan teknologi dan informasi. Rezim
hukum cyberlaw di Indonesia ditandai dengan lahirnya Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik. Cyberlaw merupakan suatu rezim hukum baru yang akan lebih
mudah dipahami dengan mengetahui ruang lingkup pengaturannya, yaitu antara lain
mencakup:
a. Hak Cipta
(Copyright);
b. Merk (Trademark);
c. Fitnah atau
pencemaran nama baik (Defamation);
d. Privacy;
e. Duty of Care;
f. Criminal Liability;
g. Procedural Issues;
h. Electronic Contract
& Digital Signatures;
i. Electronic Commerce;
j. Pornografi; dan
k. Pencurian.
Republik Indonesia
mengundangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik (UU ITE), terdiri atas 13 bab dan 54 pasal yang mengatur berbagai
aspek penting sebagai berikut:
a. Aspek Yurisdiksi
UU ITE menggunakan
prinsip perluasan Yurisdiksi (Extra Territorial Jurisdiction) dengan
pertimbangan bahwa transaksi elektronik memiliki karakteristik lintas
territorial dan tidak dapat menggunakan pendekatan hukum konvensional;
b. Aspek Pembuktian
Elektronik
Alat bukti elektronik
merupakan alat bukti dan memiliki akibat hukum yang sah di muka pengadilan;
c. Aspek Informasi dan
Perlindungan Konsumen
Pelaku usaha yang
menawarkan produk dalam cyberspace harus menyediakan informasi yang
lengkap dan benar, berkaitan dengan syarat-syarat kontrak, produsen, dan produk
yang ditawarkan;
d. Aspek Tanda Tangan
Elektronik
Tanda tangan elektronik
memiliki kekuatan yang sama dengan tanda tangan konvensional selama memenuhi
persyaratan yang ditentukan di dalam UU ITE;
e. Aspek Pengamanan
Tanda Tangan Elektronik
Setiap tanda tangan
elektronik harus dilengkapi dengan pengamanan;
f. Aspek Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik
Suatu laman
dalam cyberspace yang memerlukan perlindungan lebih harus dilengkapi
dengan sertifikat elektronik yang disediakan oleh penyelenggara sertifikasi
elektronik (Thawte, VeriSign, dan sebagainya);
g. Aspek Transaksi
Elektronik
Kegiatan transaksi
elektronik dilindungi oleh hukum termasuk pembuatan kontrak elektronik dalam
lingkup publik maupun privat;
h. Aspek Nama Domain
Kepemilikan nama domain
didasarkan atas prinsip first come first served dengan memperhatikan
aspek Hak atas Kekayaan Intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku;
i. Aspek Perlindungan
Privasi
Penggunaan setiap
informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi harus dilakukan
dengan persetujuan dari orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh
peraturan perundang-undangan;
j. Aspek Peran
Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah
memfasilitasi pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik dengan
memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
k. Aspek Perlindungan
Kepentingan Umum
Pemerintah berwenang
melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat
penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban
umum dan kepentingan nasional serta Pemerintah menetapkan bahwa instansi
tertentu harus memiliki back-up e-data.
l. Aspek Perbuatan yang
Dilarang
Beberapa perbuatan
dilarang untuk dilakukan dalam cyberspace berdasarkan UU ITE, yaitu:
1. Menyebarkan
informasi elektronik yang bermuatan pornografi, perjudian, tindak kekerasan,
penipuan;
2. Menggunakan dan/atau
mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak,
dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi
dalam komputer atau sistem elektronik;
3. Menggunakan dan/atau
mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak,
dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi
dalam komputer atau sistem elektronik milik Pemerintah yang karena statusnya
harus dirahasiakan atau dilindungi;
4. Menggunakan dan/atau
mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak,
dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau
menghilangkan informasi dalam komputer atau sistem elektronik
menyangkut pertahanan nasional atau hubungan internasional yang dapat
menyebabkan gangguan atau bahaya terhadap Negara dan/atau hubungan dengan
subjek hukum internasional;
5. Melakukan tindakan
yang secara tanpa hak yang menyebabkan transmisi dari program, informasi, kode,
atau perintah, komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi Negara
menjadi rusak; dan
6. Menggunakan dan/atau
mengakses komputer dan/atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui
wewenangnya, baik dari dalam maupun luar negeri untuk memperoleh informasi dari
komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi oleh Negara.
UU ITE mengatur
mengenai beberapa asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik, yaitu
a. Asas
Kepastian Hukum, yang berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang
mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengaturan hukum di dalam
dan di luar pengadilan;
b. Asas
Manfaat, yang berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. Asas
Kehati-hatian, yang berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan untuk
memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi
dirinya sendiri maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik;
d. Asas
Iktikad Baik, sebagai asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi
Elektronik, sehingga tidak secara sengaja dan tanpa gak atau melawan hukum
mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuannya;
e. Asas
Kebebasan Memilih Teknologi atau Netral Teknologi berarti asas pemanfaatan
teknologi Informasi dan Transasksi Elektronik tidak terfokus pada peggunaan
teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan
datang.
Aktivitas internet yang
sepenuhnya beroperasi secara virtual, sesungguhnya tetap melibatkan masyarakat
(manusia) yang hidup di dunia nyata (real/physical world). Sebagaimana halnya
di dunia nyata, aktivitas dan perilaku manusia dalamcyberspace tidak dapat
dilepaskan dari pengaturan dan pembatasan oleh hukum. Pengaturan dan pembatasan
oleh hukum ditetapkan karena setiap orang mempunyai kewajiban terhadap
masyarakatnya dan dalam pelaksanaan hak-hak dan kekuasaan-kekuasaannya setiap
orang hanya dapat dibatasi oleh hukum yang semata-mata untuk menjamin pengakuan
serta penghormatan yang layak atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain.
Pelaksanaan hak-hak baik di dunia nyata (real/physical world) maupun dalam
aktivitas pemanfaatan teknologi informasi dalam cyberspace berisiko
mengganggu ketertiban dan keadilan dalam masyarakat apabila tidak terdapat
harmoni antara hukum dan teknologi informasi, yaitu tidak adanya pengaturan dan
pembatasan oleh hukum yang melindungi hak-hak masyarakat.
2.8 Etika Teknologi
Informasi di Indonesia
Sebagai negara
yang tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi komputer,
Indonesia pun tidak mau ketinggalan dalam mengembangkan etika di bidang
tersebut. Mengadopsi pemikir dunia di atas, etika di bidang komputer berkembang
menjadi kurikulum wajib yang dilakukan hampir semua perguruan tinggi di bidang
komputer di Indonesia.
Perkembangan teknologi
yang terjadi dalam kehidupan manusia, seperti revolusi yang memberikan banyak
perubahan pada cara berpikir manusia, baik dalam usaha pemecahan masalah,
perencanaan, maupun dalam pengambilan keputusan.
Perubahan yang terjadi
pada cara berpikir manusia akan berpengaruh terhadap pelaksanaan dan cara
pandang manusia terhadap etika dan norma-norma dalam kehidupannya. Orang yang
biasanya berinteraksi secara fisik, melakukan komunikasi secara langsung dengan
orang lain, karena perkembangan teknologi internet dan email maka interaksi
tersebut menjadi berkurang.
Teknologi sebenarnya hanya
alat yang digunakan manusia untuk menjawab tantangan hidup. Jadi, faktor
manusia dalam teknologi sangat penting. Ketika manusia membiarkan dirinya
dikuasai teknologi maka manusia yang lain akan mengalahkannya. Oleh karena itu,
pendidikan manusiawi termasuk pelaksanaan norma dan etika kemanusiaan tetap
harus berada pada peringkat teratas, serta tidak hanya melakukan pemujaan
terhadap teknologi belaka.
Ada beberapa dampak
pemanfaatan teknologi informasi yang tidak tepat yaitu :
Ketakutan terhadap
teknologi informasi yang akan menggantikan fungsi manusia sebagai pekerja
Tingkat kompleksitas
serata kecepatan yang sudah tidak dapat di tangani secara manual
Pengangguran dan
pemindahan kerja
Kurangnya tanggung
jawab profesi
Adanya golongan
minoritas yang miskin informasi mengenai teknologi informasi
Untuk mengatasi
beberapa kendala tersebut maka dapat dilakukan :
Rancangan sebuah
teknologi yang berpusat pada manusia.
Adanya dukungan dari
suatu organisasi, kompleksitas dapat ditangani dengan Teknologi Informasi.
Adanya pendidikan yang
mengenalkan teknologi informasi sehingga dapat meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap kemajuan teknologi informasi. Jika adanya peningkatan
pendidikan maka akan adanya umpan balik dan imbalan yang diberikan oleh suatu
organisasi.
Perkembangan teknologi
akan semakin meningkat namun hal ini harus di sesuaikan dengan hukum yang
berlaku sehingga etika dalam berprofesi di bidang teknologi informasi dapat
berjalan dengan baik.
2.9 Etika
Pemanfaatan Teknologi Informasi
Menurut James H. Moor
ada tiga alasan utama mengapa masyarakat berminat untuk
menggunakan komputer yaitu;
Kelenturan logika
(logical malleability),
Memiliki
kemampuan untuk membuat suatu aplikasi untuk melakukan apapun yang diinginkan
oleh programmer untuk penggunannya.
Faktor Transformasi
(transformation factors)
Memiliki
kemampuan untuk bergerak dengan cepat kemanapun pengguna akan menuju ke suatu
tempat.
Faktor tak kasat mata
(invisibility factors).
Memiliki
kemampuan untuk menyembunyikan semua operasi internal computer sehingga
tidak ada peluang bagi penyusup untuk menyalahgunakan operasi tersebut.
BAB III
PEMBAHASAN
Menyadari pentingnya
TIK sebagai bidang yang berperan besar dalam pembangunan nasional, Kementerian
Negara Riset dan Teknologi memberikan arahan sektor-sektor yang diprioritaskan
untuk dikembangkan melalui kegiatan riset, antara lain: infrastruktur
informasi, perangkat lunak, kandungan informasi (information content),
pengembangan SDM dan kelembagaan, pengembangan regulasi dan standarisasi
(Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006: 5).
1. Infrastruktur
Informasi
Infrastruktur informasi
terdiri atas beberapa aspek yang seluruhnya harus dibangun secara paralel dan
saling menunjang. Aspek pertama adalah jaringan fisikyang berfungsi sebagai
jalan raya informasi baik pada tingkat jaringan tulang-punggung maupun tingkat
akses pelanggan. Jaringan tulang punggung harus mampu menghubungkan seluruh
daerah Indonesia sampai wilayah pemerintahan terkecil. Pada tingkat akses
pelanggan harus memungkinkan tersedianya akses yang murah dan memadai bagi
masyarakat luas.
Aspek kedua menekankan
pada kemanfaatan sebesar-besarnya pengelolaan sumber informasi bagi seluruh
komponen masyarakat. Kondisi ini dapat dicapai melalui diwujudkannya
interoperabilitas sumber daya informasi yang tersebar luas sehingga dapat
dimanfaatkan secara efisien dan efektif oleh seluruh pemangku kepentingan.
Aspek terakhir adalah
pengembangan perangkat keras, baik di sisi jaringan maupun di sisi terminal.
Pengembangan ini harus dirancang berdasarkan kebutuhan dan kondisi jaringan
yang ada di Indonesia, dengan mengadopsi sistem terbuka dan menanamkan tingkat
kecerdasan tertentu untuk memudahkan integrasi sistem dan pengembangannya di
masa depan.
2. Perangkat
Lunak
Pengembangan perangkat
lunak diarahkan pada realisasi sistem aplikasi yang mampu menunjang proses
transaksi ekonomi yang cepat dan aman, serta pengambilan keputusan yang benar
dan cepat. Harga yang terjangkau dan daya saing pada tingkat internasional
merupakan salah satu kriteria yang dipersyaratkan, khususnya mendukung
kebijakan substitusi impor.
Perangkat lunak sistem
operasi dengan kehandalan tinggi dan kebutuhan sumber daya memori maupun
prosesor yang minimal serta fleksibel terhadap perangkat keras maupun program
aplikasi yang baru, merupakan prioritas yang harus dikembangkan. Program
aplikasi juga perlu dikembangkan, terutama yang terkait dengan sektor
perekonomian, industri, pendidikan, maupun pemerintahan.
Dalam mempercepat
pengembangan dan pendayagunaan perangkat lunak, perlu pula ditinjau
implementasi konsep open source. Penerapan konsep open
source ini diharapkan mampu menggalakkan industri perangkat lunak dengan
partisipasi seluruh lapisan masyarakat tanpa melakukan pelanggaran hak cipta.
3. Kandungan
Informasi
Kegiatan pengembangan
kandungan informasi (information content) bertujuan melakukan penataan,
penyimpanan, dan pengolahan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan
efisiensi proses pembangunan, pengorganisasian, pencarian, dan
pendistribusian informasi.
Kegiatan riset dan
pengembangan kandungan informasi diawali dengan pemetaan berbagai potensi dan
informasi nasional beserta pemodelan proses information
retrieval. Dengan demikian implementasi information
repository daninformation sharing merupakan salah satu faktor penentu
keberhasilan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi. Pemanfaatan
maksimal kandungan informasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan
potensi lokal, akumulasi kekayaan seni dan budaya Indonesia yang beraneka
ragam dapat pula dieksploitasi sebesar-besarnya untuk menghasilkan
produk-produk seni budaya yang berbasis multimedia.
4. Pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam pengembangan
Sumber Daya Manusia (SDM) diperlukan upaya peningkatan kemandirian dan
keunggulan, yang salah satunya adalah dengan mengembangkan sistem pendidikan
dan pelatihan untuk membentuk keahlian dan keterampilan masyarakat dan peneliti
dalam bidang teknologi yang strategis serta mengantisipasi timbulnya
kesenjangan keahlian sebagai akibat kemajuan teknologi, khususnya teknologi
informasi dan komunikasi.
5. Pengembangan
Regulasi dan Standarisasi
Program kajian regulasi
meliputi penyusunan Undang-Undang dan penyempurnaan berbagai kebijakan terkait
bidang teknologi informasi, komunikasi danbroadcasting. Salah satunya
adalah penyempurnaan Cetak Biru Telekomunikasi dan UU Telekomunikasi No.
36/1999 yang sudah Telekomunikasi No. 36/1999 yang sudah mulai ketinggalan
dengan perkembangan teknologi dan tuntutan masyarakat. Penyelesaian Rancangan
UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan berbagai UU lain yang dapat
mendorong pertumbuhan aplikasi IT sangatlah diharapkan realisasinya pada
tahun 2005-2025. Termasuk dalam kerangka regulasi ini adalah mempercepat
terlaksananya proses kompetisi yang sebenar-benarnya dalam penyediaan jasa
telekomunikasi sehingga dapat memberikan perbaikan kondisi layanan, kemudahan
bagi pengguna jasa, serta harga yang ekonomis.
Bab
IV
Penutup
4.1
Kesimpulan
1. Kata
TELEMATIKA, berasal dari istilah dalam bahasa Perancis “TELEMATIQUE”
yang merujuk padabertemunya sistem jaringan komunikasi dengan
teknologi informasi. Istilah Teknologi Informasi itu sendiri merujuk pada
perkembangan teknologi perangkat-perangkat pengolah informasi. TELEMATIKA
dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika.
2. Lingkup
pengkajian Hukum Telematika dapat terbagi dua komponen. Komponen yang
pertama berkaitan dengan komponen yang terkait dengan sistem, misalnya
perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, manusia dan informasi.
Komponen yang kedua adalah berkaitan dengan fungsi-fungsi telekomunikasi.
3.
Terdapat 3 (tiga) sasaran utama kebijakan pemerintah di bidang
telematika, yaitu:
a. tercapainya
pertumbuhan ekonomi dan daya saing (economic growth and competitiveness) ;
b. tercapainya
peningkatan kualitas hidup (quality of life) masyarakat; dan
c. tercapainya
stabilitas pertahanan dan ketahanan nasional.
Lingkup pengkajian dari
hukum teknologi akan terfokus kepada setiap aspek hukum yang terkait dengan
keberadaan sistem informasi dan sistem komunikasi itu sendiri, khususnya yang
dilakukan dengan penyelenggaraan sistem elektronik, dengan tetap memperhatikan
esensi dari:65
a. keberadaan
komponen-komponen dalam sistem tersebut, yaitu mencakup: (i) perangkat keras,
(ii) perangkat lunak, (iii) prosedur-prosedur, (iv) perangkat manusia, dan (v)
informasi itu sendiri; dan
b. keberadaan
fungsi-fungsi teknologi di dalamnya, yaitu: (i) input, (ii) proses,
(iii) output, (iv) penyimpanan, dan (v) komunikasi.
DAFTAR PUSTAKA
1.http://www.academia.edu/208360/Kejahatan_Telematika_sebagai_Kejahatan_Transnasional
2.
http://dilahfootballers.blogspot.com/2010/10/telematika-pada-cybercrime.html
3. http://ellaneidlich.blogspot.com/2014/01/jurnal-perkembangan-telematika_7132.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar