Selasa, 20 Januari 2015

Definisi Telematika (Jurnal 1)

Jurnal 1 
disusun oleh Ibnu Taimiyyah dan Ferdinand Budi Asido



ABSTRAKSI
Saat ini Telematika muncul sebagai bidang ilmu yang memfokuskan pada peningkatan interaksi di antara manusia atau proses melintasi jarak dan waktu melalui aplikasi Information and Communications Technology (ICT). Dalam penulisan ini, penulis membahas tentang definisi telematika, definisi telematika disini merupakan bertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi, adapun pengertian atau definisi telematika menurut para ahli yang menerangkan awal mula nama telematika yang berganti-ganti sejak tahun 1960-an hingga tahun 1978.

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.    Latar  Belakang
Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) sebagai bagian  dari ilmu pengetahuan  dan teknologi (IPTEK) secara umum adalah semua  yang teknologi berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan (akuisisi),  pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian informasi (Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006: 6). Tercakup dalam definisi tersebut adalah semua perangkat keras, perangkat lunak, kandungan isi, dan infrastruktur komputer maupun (tele)komunikasi. Istilah TIK atau ICT (Information and Communication Technology), atau yang di kalangan negara Asia berbahasa Inggris disebut sebagaiInfocom, muncul setelah berpadunya teknologi komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunaknya) dan teknologi komunikasi sebagai sarana penyebaran informasi pada paruh kedua abad ke-20. Perpaduan kedua teknologi tersebut berkembang sangat pesat, jauh melampaui bidang-bidang teknologi lainnya. Bahkan sampai awal abad ke-21 ini, dipercaya bahwa bidang TIK masih akan terus pesat berkembang dan belum terlihat titik jenuhnya sampai beberapa dekade mendatang. Pada tingkat global, perkembangan TIK telah mempengaruhi seluruh bidang kehidupan umat manusia. Intrusi TIK ke dalam bidang-bidang teknologi lain telah sedemikian jauh sehingga tidak ada satupun peralatan hasil inovasi teknologi yang tidak memanfaatkan perangkat TIK.
Membicarakan pengaruh TIK pada berbagai bidang lain tentu memerlukan waktu diskusi yang sangat panjang. Dalam makalah ini, kaitan TIK dengan proses pembelajaran disoroti lebih dibanding dengan kaitannya dengan bidang lain. Tanpa mengecilkan pengaruh TIK di bidang lain, bidang pembelajaran mendapatkan manfaat lebih dalam kaitannya dengan kemampuan TIK mengolah dan menyebarkan informasi.

1.2 Rumusan Masalah
Perkembangan dan kemajuan yang pesat dibidang Telematika atau Teknologi Informasi dan Komunikasi di Indonesia memicu berbagai dampak baik yang bersifat positif maupun negatif masyarakat Indonesia sendiri sebagai pengguna. Oleh karenanya dibutuhkan berbagai pencegahan maupun tindakan preventif dari pemerintah sebagai pembuat aturan hukum di Indonesia untuk mengurangi dampak negatif dari kemajuan Telematika tersebut. Salah satu dari upaya pemerintah tersebut adalah pembuatan peraturan perundang-undangan yang mengatur lalu lintas transaksi elektronik yang menggunakan bidang Telematika sebagai sarananya. Makalah ini akan memaparkan aspek hukum tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagai salah satu acuan penegakkan hukum di Indonesia dibidang Telematika.

1.3 Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami definisi dan  perkembangan Telematika atau Teknologi Informasi dan Komunikasi di Indonesia beserta produk-produk hukum yang dibuat pemerintah yang menyertai perkembangan bidang teknologi yang berbasiskan informasi tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.
2.1 Definisi Telematika
Kata TELEMATIKA, berasal dari istilah dalam bahasa Perancis “TELEMATIQUE” yang merujuk padabertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi. Istilah Teknologi Informasi itu sendiri merujuk pada perkembangan teknologi perangkat-perangkat pengolah informasi. Para praktisi menyatakan bahwa TELEMATICS adalah
singkatan dari “TELECOMMUNICATION and INFORMATICS” sebagai wujud dari perpaduan konsep Computing and Communication.
Perkembangan ini memicu perkembangan teknologi telekomunikasi dan informatika menjadi semakin terpadu atau populer dengan istilah “konvergensi”. Semula Media masih belum menjadi bagian integral dari isu konvergensi teknologi informasi dan
komunikasi pada saat itu.Belakangan baru disadari bahwa penggunaan sistem
komputer dan sistem komunikasi ternyata juga menghadirkan Media Komunikasi baru. Lebih jauh lagi istilah TELEMATIKA kemudian merujuk pada perkembangan konvergensi antara teknologi TELEKOMUNIKASI, MEDIA dan INFORMATIKA yang semula masing-masing berkembang secara terpisah. Konvergensi TELEMATIKA kemudian dipahami sebagai sistem elektronik berbasiskan teknologi digital atau “the Net”. Dalam perkembangannya istilah Media dalam TELEMATIKA berkembang menjadi wacana MULTIMEDIA. Hal ini sedikit membingungkan masyarakat, karena istilah Multimedia semula hanya merujuk pada kemampuan sistem komputer untuk mengolah informasi dalam berbagai medium. Adalah suatu ambiguitas jika istilah TELEMATIKA dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika. Secara garis besar istilah Teknologi Informasi (TI), TELEMATIKA, MULTIMEDIA, maupun Information and Communication Technologies (ICT) mungkin tidak jauh berbeda maknanya, namun sebagai definisi sangat tergantung kepada lingkup dan sudut pandang pengkajiannya.
Istilah telematika sering dipakai untuk beberapa macam bidang, sebagai contoh adalah:
Integrasi antara sistem telekomunikasi dan informatika yang dikenal sebagai Teknologi Komunikasi dan Informatika atau ICT (Information and Communications Technology). Secara lebih spesifik, ICT merupakan ilmu yang berkaitan dengan pengiriman, penerimaan dan penyimpanan informasi dengan menggunakan peralatan telekomunikasi.
Secara umum, istilah telematika dipakai juga untuk teknologi Sistem Navigasi/Penempatan Global atau GPS (Global Positioning System) sebagai bagian integral dari komputer dan teknologi komunikasi berpindah (mobile communication technology).
Secara lebih spesifik, istilah telematika dipakai untuk bidang kendaraan dan lalu-lintas (road vehicles dan vehicle telematics). Seiring dengan semakin populernya Inter-Net sebagai “the network of the networks”, masyarakat penggunanya (internet global community) seakan-akan mendapati suatu dunia baru yang dinamakan cyberspace yang merupakan khayalan tentang adanya alam lain pada saat teknologi telekomunikasi dan informatika bertemu. Di “alam baru” ini - bagi kebanyakan netter - tidak ada hukum. Karena tidak adanya kedaulatan dalam jaringan komputer maha besar (gigantic network) ini, mereka beranggapan bahwa tidak ada satupun hukum suatu negara yang berlaku, karena hukum network tumbuh dari kalangan mayarakat global penggunanya. “Alam baru”ini seakan-akan menjadi suatu jawaban dari impian untuk melampiaskan kebebasan berkomunikasi (free flow of information) dan kebebasan mengemukakan pendapat (freedom of speech) tanpa mengindahkan lagi norma-norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
2.2 Ruang Lingkup Telematika
Lingkup pengkajian Hukum Telematika dapat terbagi dua komponen.  Komponen yang pertama berkaitan dengan komponen yang terkait dengan sistem, misalnya perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, manusia dan informasi.  Komponen yang kedua adalah berkaitan dengan fungsi-fungsi telekomunikasi, misalnya input, proses, output, penyimpanan, komunikasi.  Kedua komponen tersebut dikenal dalam 4 komponen yaitu:
Content, yaitu substansi dari data yang dapat merupakan output/input dari penyelenggaraan sistem informasi yang disampaikan kepada publik.
Computing, yaitu suatu siste pengolah informasi yang berbasiskan sistem komputer yang merupakan computer network yang efisien, efektif dan legal.
Comunnication, yaitu keberadaan sistem komunikasi dari sistem interconnection, global interpersonal, computer network.
Community, yaitu masyarakat sebagai pelaku intelektual.

2.3 Cyber – Cyberspace – Cibernetic – Cyber Law – Hukum
Keberadaan Telematika, berkaitan dengan perkembangan internet yang pada awalnya memberikan dunia baru bagi masyarakat dunia.  Dunia baru yang seakan-akan ditemukan tersebut bernama Cyberspace.  Istilah Cyberspace menjadi populer setelah istilah tersebut digunakan dalam novel science fiction, karya William Gibson.  Cyberspace menggambarkan suatu halusinasi adanya alam lain yang mempertemukan teknologi telekomunikasi dan informatika, yang seakan-akan terdapat ruang dalam medium Cyber.  Asal usul kata Cyber diartikan sebagai kawat listrik. Cyberspace dapat diartikan sebagai jaringan komputer mahabesar (gigantic network) tanpa adanya penguasa tunggal mutlak, tanpa ada satu pun hukum suatu negara yang berlaku. Cyberspace merupakan medium komunikasi global yang didasarkan atas kebebasan berinformasi (freedom of information) dan kebebasan berkomunikasi (free flow of information), keberadaan alam yang baru ini seakan-akan menjadi jawaban dari impian untuk melampiaskan kebebasan mengemukakan pendapat (free of speech). Seiring dengan perkembangan         Cyberspace sebagai medium komunikasi global antar subjek yang dapat berkomunikasi, memunculkan pula hak dan kewajiban dari tiap-tiap subjek.  Hal tersebut membuat banyak negara yang mencoba mengatur keberadaan alam baru tersebut.  Dibeberapa negara dikenal istilah Cyberlaw atau Cyberspace law.  Kedua istilah tersebut, secara sekilas memiliki makna yang sama.  Namun, apabila ditelaah lebih lanjut, muncul perbedaan yang berpengaruh dari penggunaan kedua istilah tersebut.   Menurut Edmon Makarim, istilah yang cocok adalah Cyberspace Law karena hukum yang berlaku adalah hukum yang dilaksanakan pada medium Cyberspace, sedangkan penggunaan istilah Cyberlaw, lebih cocok digunakan untuk hukum-hukum ilmu fisika yang berkaitan dengan arus listrik dalam kawat.  Hal tersebut dikaitkan dengan arti istilah cyber, yang sudah disebutkan sebelumnya, yaitu kawat listrik. Namun demikian, apabila ditelaah lebih lanjut, istilah Cyberspace Law juga tidak begitu tepat, karena istilah ini hanya berbicara tentang halusinasi alam virtual.  Istilah yang tepat adalah Hukum Telematika, karena makna dari Telematika dikaitkan dengan Cyberspace yaitu pada hakikatnya merupakan suatu sistem elektronika yang lahir dari hasil perkembangan dan konvergensi telekomunikasi, media dan informatika itu sendiri.  Hukum Telematika diartikan pula sebaggai suatu hukum yang mengembangkan konvergensi telematika yang berwujud dalam penyelenggaraan suatu sistem elektronik, baik yang terkoneksi melalui internet atau tidak. Meskipun demikian istilah yang digunakan untuk hukum yang mengatur di dunia Cyber belum seragam, karena seperti yang diuraikan oleh Ahmad M. Ramli  yang lebih memilih istilah Cyberlaw  atau Hukum Siber. Hal tersebut dikaitkan dengan makna Cyberlaw yang dilandasi dengan pemikiran bahwa istilah Cyber jika diidentikan dengan dunia maya akan cukup menghadapi persoalan ketika terkait dengan pembuktian dan penegakan hukum.

Berkaitan dengan istilah Cyber, dikenal pula istilah Cybernetic, yang dikenalkan oleh Noebert Winner, pakar matematika yang mengenalkan istilah Cyberspace teory.  Makna dari Cybernetic teory adalah teori yang ditujukan untuk pendekatan interdisipliner dalam uraian sistem kendali dan komunikasi dari manusia, hewan mesin dan organisasi yang mengutamakan umpan baik (feedback). Berdasarkan teori tersebut, dapat diambilmaknanya yaitu dalam memahami suatu penyampaian informasi yang disampaikan dalam sutu sistem komunikasi yang baik, selayaknya harus dengan memerhatikan unpan balik (feedback) dari sistem tersebut.



2.4 Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi
Bila dilacak ke belakang, terdapat beberapa tonggak perkembangan teknologi yang secara nyata memberi sumbangan terhadap eksistensi TIK saat ini. Pertama adalah temuan telepon oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1875. Temuan ini kemudian ditindaklanjuti dengan penggelaran jaringan komunikasi dengan kabel yang melilit seluruh daratan Amerika, bahkan kemudian diikuti pemasangan kabel komunikasi trans-atlantik. Inilah infrastruktur masif pertama yang dibangun manusia untuk komunikasi global. Memasuki abad ke-20, tepatnya antara tahun 1910-1920, terealisasi transmisi suara tanpa kabel melalui siaran radio AM yang pertama (Lallana, 2003:5).
Komunikasi suara tanpa kabel segera berkembang pesat, dan kemudian bahkan diikuti pula oleh transmisi audio-visual tanpa kabel, yang berwujud siaran televisi pada tahun 1940-an. Komputer elektronik pertama beroperasi pada tahun 1943, yang kemudian diikuti oleh tahapan miniaturisai komponen elektronik melalui penemuan transistor pada tahun 1947, dan rangkaian terpadu (integrated electronics) pada tahun 1957. Perkembangan teknologi elektronika, yang merupakan soko guru TIK saat ini, mendapatkan momen emasnya pada era perang dingin. Persaingan IPTEK antara blok Barat (Amerika Serikat) dan blok Timur (eks Uni Sovyet) justru memacu perkembangan teknologi elektronika lewat upaya miniaturisasi rangkaian elektronik untuk pengendali pesawat ruang angkasa maupun mesin-mesin perang. Miniaturisasi komponen elektronik, melalui penciptaan rangkaian terpadu, pada puncaknya melahirkan mikroprosesor. Mikroprosesor inilah yang menjadi ‘otak’ perangkat keras komputer, dan terus berevolusi sampai saat ini.
Di lain pihak, perangkat telekomunikasi berkembang pesat saat mulai diimplementasi-kannya teknologi digital menggantikan teknologi analog yang mulai menampakkan batas-batas maksimal pengeksplorasiannya. Digitalisasi perangkat telekomunikasi kemudian berkonvergensi dengan perangkat komputer yang dari awal merupakan perangkat yang mengadopsi teknologi digital. Produk hasil konvergensi inilah yang saat ini muncul dalam bentuk telepon seluler. Di atas infrastruktur telekomunikasi dan komputasi  inilah kandungan isi (content) berupa multimedia, mendapatkan tempat yang tepat untuk berkembang. Konvergensi telekomunikasi-komputasi-multimedia inilah yang menjadi ciri abad ke-21, sebagaimana abad ke-18 dicirikan oleh revolusi industri. Bila revolusi industri menjadikan mesin-mesin sebagai pengganti ‘otot’ manusia maka revolusi digital (karena konvergensi telekomunikasi-komputasi-multimedia terjadi melalui implementasi teknologi digital) menciptakan mesin-mesin yang mengganti (atau setidaknya meningkatkan kemampuan) ‘otak’ manusia.
Indonesia pernah menggunakan istilah telematika (telematics) untuk maksud yang kurang lebih sama dengan TIK yang kita kenal saat ini. Encarta Dictionarymendeskripsikan telematics sebagai telecommunication+informatics(telekomunikasi+informatika) meskipun sebelumnya kata itu bermakna science of data transmission. Pengolahan informasi dan pendistribusiannya melalui jaringan telekomunikasi membuka banyak peluang untuk dimanfaatkan di berbagai bidang kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan. Ide untuk menggunakan mesin-belajar, membuat simulasi proses-proses yang rumit, animasi proses-proses yang sulit dideskripsikan, sangat menarik minat praktisi pembelajaran. Tambahan lagi, kemungkinan untuk melayani pembelajaran yang tak terkendala waktu dan tempat, juga dapat difasilitasi oleh TIK. Sejalan dengan itu mulailah bermunculan berbagai jargon berawalan e, mulai dari e-book, e-learning, e-laboratory, e-education, e-library dan sebagainya. Awalan e- bermakna electronics yang secara implisit dimaknai berdasar teknologi elektronika digital.

2.6 Jenis Aplikasi Teknologi Informasi
Aplikasi teknologi informasi sangat terkait dengan aplikasi teknologi komputer dan komunikasi data dalam kehidupan. Hampir semua bidang kehidupan saat ini dapat memanfatkan teknologi komputer. Beberapa jenisaplikasi tersebut adalah :
Aplikasi di bidang sains : Contohnya adalah aplikasi astronomi (perbintangan).
Aplikasi di bidang teknik/rekayasa : Contohnya adalah pembuatan robot dengan menggunakan konsepkecerdasan buatan agar robot lebih bijak.
Aplikasi di bidang bisnis/ekonomi : Contohnya adalah e-business, e-marketing, e-commerce dan lain-lain.
Aplikasi di bidang administrasi umum : Contohnya adalah aplikasi penjualan/distribusi barang, aplikasipenggajian karyawan, aplikasi akademik sekolah dan lain-lain.
Aplikasi di bidang perbankan : Contohnya adalah e-banking, ATM, dan m-banking.
Aplikasi di bidang pendidikan : Contohnya adalah e-learning (distance learning).
Aplikasi di bidang pemerintahan : Contohnya adalah e-government dan aplikasi inventarisasi kekayaanmilik negara (IKMN).
Aplikasi di bidang kesehatan/kedokteran : Contohnya adalah pemeriksaan ekokardiografi yaitu suatu pemeriksaannon invasif untuk menegakkan diagnose penyakit jantung. Dengan menggunakan alat ini aktivitas otot-otot jantung bisa dilihat langsungdilayar monitor dan lainnya.
Aplikasi di bidang industri/manufaktur : Contohnya adalah simulasi komputer untuk ujicoba atas rancangansistem baru.
Aplikasi di bidang transportasi : Contohnya adalah aplikasi untuk mengatur jadwal penerbangan pesawatterbang.
Aplikasi di bidang pertahanan keamanan : Contohnya adalah aplikasi sistem keamanan data dengan enkripsi


2.7 Perkembangan Hukum mengenai Teknologi Informasi dan
Komunikasi di Indonesia
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur mengenai hak atas informasi bagi warga negara Indonesia yaitu:
Pasal 28 C (1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia

Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Penyebaran informasi melintasi batas-batas wilayah nasional bukanlah fenomena baru, tetapi dengan kemajuan dan perkembangan komunikasi multimedia, ruang lingkup dan kecepatan komunikasi lintas batas meningkat yang juga meningkatkan permasalahan hukum terkait dengan yurisdiksi, penegakan, dan pemilihan hukum di mana cyberspace adalah suatu dimensi yang multi-yurisdiksi dan permasalah yang ditimbulkan oleh dimensi cyberspace menjadi lebih kompleks dibandingkan dengan dimensi fisik. Secara umum, terdapat 4 (empat) kategorisasi pembatasan akses atas informasi yang terdapat di cyberspace oleh Pemerintahan suatu negara, yaitu:
1.                  Kebijakan Pemerintah yang menganjurkan kepada Industri Teknologi Informasi di wilayahnya untuk melakukan pembatasan secara sukarela;
2.                  Kebijakan Pemerintah yang menjatuhkan hukuman pidana bagi penyedia konten yang membuat konten yang tidak diizinkan dapat diakses melalui internet;
3.                  Perintah resmi untuk membatasi akses atas internet; dan
4.                  Larangan resmi dari Pemerintah atas akses publik dari internet.
Teknologi telah mengubah pola kehidupan manusia di berbagai bidang, sehingga secara langsung telah mempengaruhi munculnya perbuatan hukum baru di masyarakat. Bentuk-bentuk perbuatan hukum itu perlu mendapatkan penyesuaian, seperti melakukan harmonisasi terhadap beberapa peraturan perundang-undangan yang sudah ada, mengganti jika tidak sesuai lagi, dan membentuk ketentuan hukum yang baru.56 Pembentukan peraturan perundang-undangan di era teknologi informasi ini harus dilihat dari berbagai aspek, misalnya dalam hal pengembangan dan pemanfaatan rule of law dan internet, yurisdiksi dan konflik hukum, pengakuan hukum terhadap dokumen serta tanda tangan elektronik, perlindungan privasi konsumen, cybercrime, pengaturan konten, dan cara-cara penyelesaian sengketa domain.
Internet telah menjadi sebuah model infrastruktur informasi global (global information infrastructure/GII) yang madani. Perwujudan dari optimisasi model infratruktur informasi global ini bergantung kepada perlindungan hukum yang didasarkan kepada keberadaan hukum konvensional dan lembaga peradilan untuk menyelesaikan permasalahan yang berpotensi timbul di dalamnya.
Cyberspace merupakan suatu ruang yang tidak dapat dilokalisasi sehubungan dengan sifatnya yang internasional. Tidak adanya suatu kesesuaian antara sifat global dari cyberspace, karakter transnasional, dan batasan geografis nasional dari peradilan menjadi tantangan utama dari pengaturan hukum dalam cyberspace.59Konsep Hukum Internet merupakan hal yang relatif baru, bahkan di Amerika Serikat sendiri sebagai negara yang pertama memperkenalkan internet, konsep hukum internet baru diperkenalkan dalam beberapa tahun di akhir dekade 1980.
Media internet adalah media yang tidak mengenal batas, baik batas-batas wilayah maupun batas-batas kenegaraan. Hal ini membawa dampak bagi perilaku para pengguna internet. Peraturan yang berlaku di suatu negara seringkali berbeda dengan negara lain, sehingga apa yang boleh dilakukan dengan bebas di suatu negara dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum di negara lain, demikian pula sebaliknya. Tantangan terbesar dalam pembuatan peraturan perundang-undangan untuk mengatur internet adalah cepatnya perkembangan dari internet itu sendiri. Internet berkembang sangat cepat sebagai sebuah teknologi dan media, baik dari segi konten, bandwidth, jumlah pengguna, dan sebagainya. Perkembangan ini terus berlangsung secara berkelanjutan, dan bahkan semakin cepat.62 Internet merupakan suatu fenomena global, sehingga untuk dapat diaplikasikan peraturan perundang-undangan harus disesuaikan dengan prinsip-prinsip yang dapat diterima secara internasional. Terdapat 3 (tiga) sasaran utama kebijakan pemerintah di bidang telematika, yaitu:
a. tercapainya pertumbuhan ekonomi dan daya saing (economic growth and competitiveness) ;
b. tercapainya peningkatan kualitas hidup (quality of life) masyarakat; dan
c. tercapainya stabilitas pertahanan dan ketahanan nasional.
Lingkup pengkajian dari hukum teknologi akan terfokus kepada setiap aspek hukum yang terkait dengan keberadaan sistem informasi dan sistem komunikasi itu sendiri, khususnya yang dilakukan dengan penyelenggaraan sistem elektronik, dengan tetap memperhatikan esensi dari:
a. keberadaan komponen-komponen dalam sistem tersebut, yaitu mencakup: (i) perangkat keras, (ii) perangkat lunak, (iii) prosedur-prosedur, (iv) perangkat manusia, dan (v) informasi itu sendiri; dan
b. keberadaan fungsi-fungsi teknologi di dalamnya, yaitu: (i) input, (ii) proses, (iii) output, (iv) penyimpanan, dan (v) komunikasi.
Subjek hukum yang terkait dalam lingkup cyberspace dapat dibedakan menjadi: (i) pihak penjual, produsen, pengembang (developer), atau penyedia jasa; dan (ii) pihak pengguna akhir (end-user) ataupun konsumen (consumer). Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cyberspace dapat diterapkan secara optimal apabila memenuhi karakteristik virtual, yang di antaranya adalah:
a.       Internet memiliki karakter global dan tidak mengenal batas negara;
b.      Setiap pengguna internet dapat melakukan komunikasi secara interaktif, non-interaktif, bahkan dapat melakukan kegiatan penyiaran dengan biaya yang relatif rendah;
c.       Tidak ada satupun yang dapat mengklaim dirinya sebagai pemilik internet yang merupakan gabungan dari baratus-ratus ribu jaringan;
d.      Pertumbuhan yang luar biasa dari pengguna internet dan perkembangan yang cepat pada teknologi internet itu sendiri; dan
e.       Internet tidak berada dalam lingkup pengaturan suatu pemerintahan negara atau organisasi tertentu sehingga dibutuhkan kerjasama internasional dalam upaya mengatasi permasalahan-permasalahan hukum yang muncul.
Kecanggihan teknologi sistem telekomunikasi digital mengakibatkan proses-proses pada sistem informasi dapat dilakukan pada lokasi yang terpisah, sehingga berkembanglah suatu bentuk administrasi perkantoran yang baru (office automation system) yang alur informasinya mampu mengalir dalam jaringan global. Beberapa permasalahan hukum yang menyangkut arus globalisasi informasi (emerging global issues) di antaranya, yaitu: privacy, criminal action, contract and tort liability, proprietary rights in information, ownership of and access to information, emerging legal rights to communicate, dan konsep teritorialitas.

Istilah cyberlaw sebagai hukum yang mengatur aktivitas dalam cyberspace bukan merupakan istilah yang baku, istilah lain yang juga dikenal yaitu law of the internet, law of information technology, telecommunication law, dan lex informatica.69Cyberlaw telah membentuk rezim hukum baru di Indonesia, khususnya dalam kegiatan teknologi dan informasi. Rezim hukum cyberlaw di Indonesia ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Cyberlaw merupakan suatu rezim hukum baru yang akan lebih mudah dipahami dengan mengetahui ruang lingkup pengaturannya, yaitu antara lain mencakup:
a. Hak Cipta (Copyright);
b. Merk (Trademark);
c. Fitnah atau pencemaran nama baik (Defamation);
d. Privacy;
e. Duty of Care;
f. Criminal Liability;
g. Procedural Issues;
h. Electronic Contract & Digital Signatures;
i. Electronic Commerce;
j. Pornografi; dan
k. Pencurian.
Republik Indonesia mengundangkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), terdiri atas 13 bab dan 54 pasal yang mengatur berbagai aspek penting sebagai berikut:
a. Aspek Yurisdiksi
UU ITE menggunakan prinsip perluasan Yurisdiksi (Extra Territorial Jurisdiction) dengan pertimbangan bahwa transaksi elektronik memiliki karakteristik lintas territorial dan tidak dapat menggunakan pendekatan hukum konvensional;
b. Aspek Pembuktian Elektronik
Alat bukti elektronik merupakan alat bukti dan memiliki akibat hukum yang sah di muka pengadilan;
c. Aspek Informasi dan Perlindungan Konsumen
Pelaku usaha yang menawarkan produk dalam cyberspace harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar, berkaitan dengan syarat-syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan;
d. Aspek Tanda Tangan Elektronik
Tanda tangan elektronik memiliki kekuatan yang sama dengan tanda tangan konvensional selama memenuhi persyaratan yang ditentukan di dalam UU ITE;
e. Aspek Pengamanan Tanda Tangan Elektronik
Setiap tanda tangan elektronik harus dilengkapi dengan pengamanan;
f. Aspek Penyelenggara Sertifikasi Elektronik
Suatu laman dalam cyberspace yang memerlukan perlindungan lebih harus dilengkapi dengan sertifikat elektronik yang disediakan oleh penyelenggara sertifikasi elektronik (Thawte, VeriSign, dan sebagainya);
g. Aspek Transaksi Elektronik
Kegiatan transaksi elektronik dilindungi oleh hukum termasuk pembuatan kontrak elektronik dalam lingkup publik maupun privat;
h. Aspek Nama Domain
Kepemilikan nama domain didasarkan atas prinsip first come first served dengan memperhatikan aspek Hak atas Kekayaan Intelektual sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
i. Aspek Perlindungan Privasi
Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi harus dilakukan dengan persetujuan dari orang yang bersangkutan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;
j. Aspek Peran Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
k. Aspek Perlindungan Kepentingan Umum
Pemerintah berwenang melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat penyalahgunaan informasi dan transaksi elektronik yang mengganggu ketertiban umum dan kepentingan nasional serta Pemerintah menetapkan bahwa instansi tertentu harus memiliki back-up e-data.

l. Aspek Perbuatan yang Dilarang
Beberapa perbuatan dilarang untuk dilakukan dalam cyberspace berdasarkan UU ITE, yaitu:
1. Menyebarkan informasi elektronik yang bermuatan pornografi, perjudian, tindak kekerasan, penipuan;
2. Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer atau sistem elektronik;
3. Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan informasi dalam komputer atau sistem elektronik milik Pemerintah yang karena statusnya harus dirahasiakan atau dilindungi;
4. Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik dengan cara apapun tanpa hak, dengan maksud untuk memperoleh, mengubah, merusak, atau menghilangkan  informasi dalam komputer atau sistem elektronik menyangkut pertahanan nasional atau hubungan internasional yang dapat menyebabkan gangguan atau bahaya terhadap Negara dan/atau hubungan dengan subjek hukum internasional;

5. Melakukan tindakan yang secara tanpa hak yang menyebabkan transmisi dari program, informasi, kode, atau perintah, komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi Negara menjadi rusak; dan
6. Menggunakan dan/atau mengakses komputer dan/atau sistem elektronik secara tanpa hak atau melampaui wewenangnya, baik dari dalam maupun luar negeri untuk memperoleh informasi dari komputer dan/atau sistem elektronik yang dilindungi oleh Negara.
UU ITE mengatur mengenai beberapa asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik, yaitu
a.       Asas Kepastian Hukum, yang berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang mendapatkan pengaturan hukum di dalam dan di luar pengadilan;
b.      Asas Manfaat, yang berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi   Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c.       Asas Kehati-hatian, yang berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan untuk memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya sendiri maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik;
d.      Asas Iktikad Baik, sebagai asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik, sehingga tidak secara sengaja dan tanpa gak atau melawan hukum mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuannya;
e.       Asas Kebebasan Memilih Teknologi atau Netral Teknologi berarti asas pemanfaatan teknologi Informasi dan Transasksi Elektronik tidak terfokus pada peggunaan teknologi tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
Aktivitas internet yang sepenuhnya beroperasi secara virtual, sesungguhnya tetap melibatkan masyarakat (manusia) yang hidup di dunia nyata (real/physical world). Sebagaimana halnya di dunia nyata, aktivitas dan perilaku manusia dalamcyberspace tidak dapat dilepaskan dari pengaturan dan pembatasan oleh hukum. Pengaturan dan pembatasan oleh hukum ditetapkan karena setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya dan dalam pelaksanaan hak-hak dan kekuasaan-kekuasaannya setiap orang hanya dapat dibatasi oleh hukum yang semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak atas hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain. Pelaksanaan hak-hak baik di dunia nyata (real/physical world) maupun dalam aktivitas pemanfaatan teknologi informasi dalam cyberspace berisiko mengganggu ketertiban dan keadilan dalam masyarakat apabila tidak terdapat harmoni antara hukum dan teknologi informasi, yaitu tidak adanya pengaturan dan pembatasan oleh hukum yang melindungi hak-hak masyarakat.


2.8 Etika Teknologi Informasi di Indonesia

Sebagai negara yang  tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi komputer, Indonesia pun tidak mau ketinggalan dalam mengembangkan etika di bidang tersebut. Mengadopsi pemikir dunia di atas, etika di bidang komputer berkembang menjadi kurikulum wajib yang dilakukan hampir semua perguruan tinggi di bidang komputer di Indonesia.
Perkembangan teknologi yang terjadi dalam kehidupan manusia, seperti revolusi yang memberikan banyak perubahan pada cara berpikir manusia, baik dalam usaha pemecahan masalah, perencanaan, maupun dalam pengambilan keputusan.
Perubahan yang terjadi pada cara berpikir manusia akan berpengaruh  terhadap pelaksanaan dan cara pandang manusia terhadap etika dan norma-norma dalam kehidupannya. Orang yang biasanya berinteraksi secara fisik, melakukan komunikasi secara langsung dengan orang lain, karena perkembangan teknologi internet dan email maka interaksi tersebut menjadi berkurang.
Teknologi sebenarnya hanya alat yang digunakan manusia untuk menjawab tantangan hidup. Jadi, faktor manusia dalam teknologi sangat penting. Ketika manusia membiarkan dirinya dikuasai teknologi maka manusia yang lain akan mengalahkannya. Oleh karena itu, pendidikan manusiawi termasuk pelaksanaan norma dan etika kemanusiaan tetap harus berada pada peringkat teratas, serta tidak hanya melakukan pemujaan terhadap  teknologi belaka.
Ada beberapa dampak pemanfaatan teknologi informasi yang tidak tepat yaitu :
Ketakutan terhadap teknologi informasi yang akan menggantikan fungsi manusia sebagai pekerja
Tingkat kompleksitas serata kecepatan yang sudah tidak dapat di tangani secara manual
Pengangguran dan pemindahan kerja
Kurangnya tanggung jawab profesi
Adanya golongan minoritas yang miskin informasi mengenai teknologi informasi
Untuk mengatasi beberapa kendala tersebut maka dapat dilakukan :
Rancangan sebuah teknologi yang berpusat pada manusia.
Adanya dukungan dari suatu organisasi, kompleksitas dapat ditangani dengan Teknologi Informasi.
Adanya pendidikan yang mengenalkan teknologi informasi sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kemajuan teknologi informasi. Jika adanya peningkatan pendidikan maka akan adanya umpan balik dan imbalan yang diberikan oleh suatu organisasi.
Perkembangan teknologi akan semakin meningkat namun  hal ini harus di sesuaikan dengan hukum yang berlaku sehingga etika dalam berprofesi di bidang teknologi informasi dapat berjalan dengan baik.
2.9 Etika  Pemanfaatan Teknologi Informasi
Menurut James H. Moor ada tiga alasan  utama  mengapa  masyarakat berminat untuk menggunakan  komputer  yaitu;
Kelenturan logika (logical malleability),
Memiliki  kemampuan untuk membuat suatu aplikasi untuk melakukan apapun yang diinginkan oleh programmer untuk penggunannya.
Faktor Transformasi (transformation factors)
Memiliki  kemampuan untuk bergerak dengan cepat kemanapun pengguna akan menuju ke suatu tempat.
Faktor tak kasat mata (invisibility factors).
Memiliki  kemampuan  untuk menyembunyikan semua operasi internal computer sehingga tidak ada peluang bagi penyusup untuk menyalahgunakan operasi tersebut.




BAB III
PEMBAHASAN

Menyadari pentingnya TIK sebagai bidang yang berperan besar dalam pembangunan nasional, Kementerian Negara Riset dan Teknologi memberikan arahan sektor-sektor yang diprioritaskan untuk dikembangkan melalui kegiatan riset, antara lain: infrastruktur informasi, perangkat lunak, kandungan informasi (information content), pengembangan SDM dan kelembagaan, pengembangan regulasi dan standarisasi (Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006: 5).
1.      Infrastruktur Informasi
Infrastruktur informasi terdiri atas beberapa aspek yang seluruhnya harus dibangun secara paralel dan saling menunjang. Aspek pertama adalah jaringan fisikyang berfungsi sebagai jalan raya informasi baik pada tingkat jaringan tulang-punggung maupun tingkat akses pelanggan. Jaringan tulang punggung harus mampu menghubungkan seluruh daerah Indonesia sampai wilayah pemerintahan terkecil. Pada tingkat akses pelanggan harus memungkinkan tersedianya akses yang murah dan memadai bagi masyarakat luas.
Aspek kedua menekankan pada kemanfaatan sebesar-besarnya pengelolaan sumber informasi bagi seluruh komponen masyarakat. Kondisi ini dapat dicapai melalui diwujudkannya interoperabilitas sumber daya informasi yang tersebar luas sehingga dapat dimanfaatkan secara efisien dan efektif oleh seluruh pemangku kepentingan.
Aspek terakhir adalah pengembangan perangkat keras, baik di sisi jaringan maupun di sisi terminal. Pengembangan ini harus dirancang berdasarkan kebutuhan dan kondisi jaringan yang ada di Indonesia, dengan mengadopsi sistem terbuka dan menanamkan tingkat kecerdasan tertentu untuk memudahkan integrasi sistem dan pengembangannya di masa depan.
2.      Perangkat Lunak
Pengembangan perangkat lunak diarahkan pada realisasi sistem aplikasi yang mampu menunjang proses transaksi ekonomi yang cepat dan aman, serta pengambilan keputusan yang benar dan cepat. Harga yang terjangkau dan daya saing pada tingkat internasional merupakan salah satu kriteria yang dipersyaratkan, khususnya mendukung kebijakan substitusi impor.
Perangkat lunak sistem operasi dengan kehandalan tinggi dan kebutuhan sumber daya memori maupun prosesor yang minimal serta fleksibel terhadap perangkat keras maupun program aplikasi yang baru, merupakan prioritas yang harus dikembangkan. Program aplikasi juga perlu dikembangkan, terutama yang terkait dengan sektor perekonomian, industri, pendidikan, maupun pemerintahan.
Dalam mempercepat pengembangan dan pendayagunaan perangkat lunak, perlu pula ditinjau implementasi konsep open source. Penerapan konsep open source ini diharapkan mampu menggalakkan industri perangkat lunak dengan partisipasi seluruh lapisan masyarakat tanpa melakukan pelanggaran hak cipta.
3.      Kandungan Informasi
Kegiatan pengembangan kandungan informasi (information content) bertujuan  melakukan penataan, penyimpanan, dan pengolahan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan efisiensi proses pembangunan, pengorganisasian,  pencarian, dan pendistribusian informasi.
Kegiatan riset dan pengembangan kandungan informasi diawali dengan pemetaan berbagai potensi dan informasi nasional beserta pemodelan proses  information retrieval.  Dengan demikian implementasi  information repository daninformation sharing merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan teknologi  informasi dan komunikasi. Pemanfaatan maksimal kandungan informasi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dengan potensi lokal, akumulasi kekayaan seni dan budaya Indonesia yang beraneka  ragam dapat pula dieksploitasi sebesar-besarnya untuk menghasilkan produk-produk seni budaya yang berbasis  multimedia.
4.      Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)
Dalam pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) diperlukan upaya peningkatan kemandirian dan keunggulan, yang salah satunya adalah dengan mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan untuk membentuk keahlian dan keterampilan masyarakat dan peneliti dalam bidang teknologi yang strategis serta mengantisipasi timbulnya kesenjangan keahlian sebagai akibat kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi.
5.      Pengembangan Regulasi dan Standarisasi
Program kajian regulasi meliputi penyusunan Undang-Undang dan penyempurnaan berbagai kebijakan terkait bidang teknologi informasi, komunikasi danbroadcasting. Salah satunya adalah penyempurnaan Cetak Biru Telekomunikasi dan UU Telekomunikasi No. 36/1999 yang sudah Telekomunikasi No. 36/1999 yang sudah mulai ketinggalan dengan perkembangan teknologi dan tuntutan masyarakat. Penyelesaian Rancangan UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan berbagai UU lain yang dapat mendorong  pertumbuhan aplikasi IT sangatlah diharapkan realisasinya pada tahun 2005-2025. Termasuk dalam kerangka regulasi ini adalah mempercepat terlaksananya proses kompetisi yang sebenar-benarnya dalam penyediaan jasa telekomunikasi sehingga dapat memberikan perbaikan kondisi layanan, kemudahan bagi pengguna jasa, serta harga yang ekonomis.










Bab IV
Penutup
4.1   Kesimpulan
1.      Kata TELEMATIKA, berasal dari istilah dalam bahasa Perancis “TELEMATIQUE” yang   merujuk padabertemunya sistem jaringan komunikasi dengan teknologi informasi. Istilah Teknologi Informasi itu sendiri merujuk pada perkembangan teknologi perangkat-perangkat pengolah informasi. TELEMATIKA dipahami sebagai akronim Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika.
2.      Lingkup pengkajian Hukum Telematika dapat terbagi dua komponen.  Komponen yang pertama berkaitan dengan komponen yang terkait dengan sistem, misalnya perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, manusia dan informasi.  Komponen yang kedua adalah berkaitan dengan fungsi-fungsi telekomunikasi.
3.        Terdapat 3 (tiga) sasaran utama kebijakan pemerintah di bidang telematika, yaitu:
a. tercapainya pertumbuhan ekonomi dan daya saing (economic growth and competitiveness) ;
b. tercapainya peningkatan kualitas hidup (quality of life) masyarakat; dan
c. tercapainya stabilitas pertahanan dan ketahanan nasional.
Lingkup pengkajian dari hukum teknologi akan terfokus kepada setiap aspek hukum yang terkait dengan keberadaan sistem informasi dan sistem komunikasi itu sendiri, khususnya yang dilakukan dengan penyelenggaraan sistem elektronik, dengan tetap memperhatikan esensi dari:65
a. keberadaan komponen-komponen dalam sistem tersebut, yaitu mencakup: (i) perangkat keras, (ii) perangkat lunak, (iii) prosedur-prosedur, (iv) perangkat manusia, dan (v) informasi itu sendiri; dan
b. keberadaan fungsi-fungsi teknologi di dalamnya, yaitu: (i) input, (ii) proses, (iii) output, (iv) penyimpanan, dan (v) komunikasi.

DAFTAR PUSTAKA
1.http://www.academia.edu/208360/Kejahatan_Telematika_sebagai_Kejahatan_Transnasional
2. http://dilahfootballers.blogspot.com/2010/10/telematika-pada-cybercrime.html

3. http://ellaneidlich.blogspot.com/2014/01/jurnal-perkembangan-telematika_7132.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar